WAHYU ALLAH
WAHYU ALLAH
A. Pengertian Wahyu
Dikatakan wahaitu ilaih dan auhaitu, bila kita berbicara kepadanya agar tidak
diketahui orang lain. Wahyu adalah isyarat yang cepat. Itu terjadi melalui
pembicaraa yang berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara semata,
dan terkadang pula melalui isyarat dengan sebagian anggota badan.
Al-wahy atau wahyu adalah kata masdar ( infinitif ); dan materi kata itu
menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu ; tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu
maka dikatakan bahwa wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat
dan khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain.
Inilah pengertian masdarnya. Tetapi terkadang juga bahwa yang dimaksudkan
adalah al-muha yaitu pengertian isim maf`ul, yang diwahyukan.
Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi:
1. Ilham, sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa.
Sebagaimana Firman Allah SWT;
Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya Maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati, Karena Sesungguhnya kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari para
rasul.(Q.S. al-Qashash (28):7)
2. Ilham berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah. Sebagaimana
Firman Allah SWT;
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia" (Q.S. an-Nahl
(16):68)
3. Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang
diceritakan al-Qur‟an;
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada
mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang. (Q.S. Maryam (19):
11)
4. Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah
dalam diri manusia. Sebagaimana Firman Allah SWT;
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya[501]. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar
mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (.Q.S. al-An‟am (6): 121)
Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan
(dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.(Q.S. al-An‟am (6): 112).
5. Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah
untuk dikerjakan. Sebagaimana Firman Allah SWT;
(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang Telah beriman".
kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka
penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Q.S. al-Anfal
(8): 12)
Sedang wahyu Allah kepada para nabi-Nya secara syar'i mereka definisikan
sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada seorang nabi. Definisi ini
menggunakan pengertian maf'ul, yaitu almuha (yang diwahyukan). Muhammad
Abduh mendefinisikan wahyu di dalam Risalatut Tauhid adalah ”pengetahuan yang
didapat oleh seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, melalui perantara ataupun tidak”. Yang pertama
melalui suara yang menjelma dalam telinganya atau tanpa suara sama sekali. Beda
antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang diyakini jiwa
sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari mana
datangnya. Hal seperti itu serupa dengan perasaan lapar, haus, sedih, dan senang.
Definisi di atas adalah definisi wahyu dengan pengertian masdar. Bagian awal
definisi ini mengesankan adanya kemiripan antara wahyu dengan suara hati atau
kasyaf, tetapi pembedaannya dengan ilham di akhir definisi meniadakan hal ini.
(Manna‟ Khalil al-Qatthan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an, 1992: 35-38).
Komentar