MAKALAH ‘ULUM AL-QUR’AN DAN SEJARAHNYA
![]() |
| Hasan Abrori Al_Hafidz |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama.sehingga
kita hendaknya harus dapat memahami tentang kandungan di dalamnya. Al-Qur’an
dengan huruf-hurufnya, bab-babnya, surat-suratnya dan ayat-ayatnya yang sama di
seluruh dunia, baik di Jepang, Brasilia, Iraq dan lain-lain. Andaikata ia bukan
dari allah Swt, tentu terdapat perbedaan yang banyak.
Al-Qur’an adalah laksana sinar yang memberikan
penerangan terhadap kehidupan manusia, bagaikan pelita yang memberikan cahaya
kearah hidayah ma’rifah. Al-Qur’an juga adalah kitab hidayah dan ijaz (melemahkan
yang lain). Ayat-ayatnya tentu ditetapkan kemudian diperinci dari Allah SWT
yang maha bijaksana dan maha mengetahui.
Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus
benar-benar mengetahui kandungan-kandungan yang ada didalamnya dari berbagai
aspek. ‘Ulum Al-Qur’an adalah salah satu jalan yang bisa membawa kita dalam
memahami kandungan Al-Qur’an.
Selain memahami Al-Qur’an kita juga perlu mengetahui
bagaimana perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an dan siapa saja tokoh-tokoh yang menjadi
pendongkrak munculnya ‘Ulum Al-Qur’an. Secara tidak langsung pemikiran
merekalah yang mengilhami kita dalam memaham Al-qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian ‘Ulum
Al-Qur’an?
2.
Apa objek pembahsan
‘Ulum Al-Qur’an?
3.
Bagaimana perkembangan
‘Ulum Al-Qur’an?
4.
Bagaimana metode
penulisan ‘Ulum Al-Qur’an?
5.
Apa tujuan ‘Ulum
Al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ‘Ulum
Al-Qur’an dan Objek Bahasannya
Pengertian ‘Ulum Al-Qur’an
Kata ‘Ulum Al-Qur’an
tersusun dari dua kata secara idhafi, yaitu kata ulum yang dimudhafkan
kepada kata Al-Qur’an. Pertama-tama akan dibahas kedua unsur itu, yaitu makna
kata ulumul dan Al-Qur’an. Kemudian akan dibahas pula pengertian ‘Ulum
Al-Qur’an.
1.
Arti kata ‘Ulum
Kata ulum secara
etimoligi adalah jamak dari kata ‘ilmu. Menurut bahasa kata ‘ilmu adalah masdar
yang maknanya sinonim dengan paham dan makrifat. Menurut sebagian pendapat,
kata ilmu itu merupakan isim jinis yang berarti pengetahuan. Kemudian
pengertian kata ilmu ini berkembang dalam berbagai istilah dan dipakai
sebagaimana dari pengetahuan tentang Al-Qur’an ini.[1]
2.
Arti kata Al-Qur’an
Al-Qur’an secara
bahasa berasal dari bahasa Arab قَرأ- يقرأ- قران yang artinya bacaan.
Sedangkan secara istilah sebagaimana didefinisikan ulama ushul, ulama fiqih,
dan ulama bahasa, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, melalui malaikat
Jibril, diturunkan seacra mutawatir, dan mebacanya mempunyai nilai ibadah.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
dilihat dari segi makna (ta’rif), ‘Ulum Al-Qur’an mempunyai dua makna, yaitu
makna idhafi dan makna ‘alam (nama diri).
a.
Makna idhafi
Bergandengnya kata ‘Ulum dengan kata Al-Qur’an
menunjukkan adanya penjelasan tentang jenis-jenis ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan Al-Qur’an; ilmu yang bersangkutan dengan pembelaan tentang
keberadaan Al-Qur’an dan permasalahannya; berkenaan dengan proses hukum yang
terkandung di dalamnya; berkenaan dengan penjelasan bentuk mufradatnlafal
Al-Qur’an; Al-Qur’an sebagai way of life dalam memasuki dinamika
kehidupan ; hukum-huku pidana dan sebagainya.
Setiap ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan itu
semua brsumber pada Al-Qur’an dan sebagai slah satu metode untuk menegtahui
kemukjizatan Al-Qur’an, seperti ilmu-ilmu Tafsir, Tajwid, Nasikh-MAnsukh, Fiqh,
Tauhid, Fara’id, Tata Bahasa dan lain-lain. Bahkan sebagian ulama ada yang
memperluas jangkauan ilmu pengetahuan di luar lingkup ‘Ulum Al-Qur’an, yakni
ilmu-ilmu Desain, Falak, Matematika, Teknik, Kedokteran, dan lain-lain.
Esensi Al-Qur’an penuh dengan titah riset dan ilmu
pengetahuan, namun tidak memasukkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
riset dan ilmu alamiyah ke dalam bagian dari ‘Ulum Al-Qur’an. Karena riset dan
ilmu kealaman bersifat umum yang dianjurkan Al-Qur’an, sedangkan ilmu-ilmu yang
termasuk kategoei ‘Ulum Al-Qur’an adalah ilmu-ilmu yang khusus dan secara
spesifik menjelaskan keberadaan Al-Qur’an dan ketetapan hukum yang terdapat di
dalamnya.
Maka yang diamksud dengan ‘Ulum Al-Qur’an dalam
pengertian idhafi adalah “semua unsur ilmu pengetahuan yang berkenaan
dengan pengetahuan agama dan tata bahasa Arab”.
b.
Makna ‘Alam
(Metodologi Kodifikasi)
Apabila makna idhafi di transformasikan ke
dalam makna ‘alamiyah maka ilmu yang bersangkutan disebut sebagai cabang ilmu
yang membicarakan metodologi kedifikasi ilmu-ilmu Al-Qur’an, dan objeknya
menjadi lebih khusus dibandingkanobjek ‘Ulum Al-Qur’an ditinjau dari segi makna
idhafi.
Oleh karena itu, definisi ‘Ulum Al-Qur’an ditinjau
dari makna ‘alam adalah “suatu ilmu yang membahas Al-Qur’an yang
berkaitan dangan tujuan diturunkan, upaya pengumpulan bacaan, penafsiran,
nasikh-mansukh, asbab an-nuzul, ayat-ayat makkiyan dan madaniyah dan lain-lain.
‘Ulum Al-Qur’an ditinjau dari segi ‘alam
dinamakan juga Ushul at-tafsir (pokok-pokok ilmu tafsir) karena mencakup
beberapa ilmu yang menjadi syarat utama bagi para mufassir agar terlebih dahulu
dipelajari, dipahami dan dikaji secara detail.[2]
Mengenai kemunculan istilah ‘Ulum Al-Qur’an untuk
pertama kalinya, para penulis menyatakan bahwa istilah ini muncul pada abad VI
H oleh Abu Al-Farj bin Al-Jauzi. Pendapat ini disitir pula oleh Asy-Suyuthi
dalam pengantar kitab al-Itqan. Al-Zarqani mengatakan bahawa istilah itu muncul
pada awal abad V H melalui tangan Al-Hufi (w. 430 H) dalam karyanya yang
berjudul Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an.
Objek Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an
Mengingat banyaknya ilmu yang ada kaitan dengan
pembahasan Al-Qur’an, ruang lingkup pembahasan ‘Ulmu Al-Qur’an itu jumlahnya
sangat banyak. Bahkan menurt Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al-Qur’an itu
mencapai 77.450. Hitungan ini diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat
Al-Qur’an dengan empat, karena masing-masing kalimat mempunyai makna zhahir,
batin, had, dan mathla’. Jumlah itu akan semakin bertambah jika melihat urutan
kalimat di dalam Al-Qur’an serta hubungan antarurutan itu. Jika sisi itu yang
dilihat, ruang lingkup pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an tidak akan dapat dihitung
(tak terhingga lagi) lagi.
Berkenaan dengan persoalan ini, M. Hasbi As-Shiddieqy
berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an terdiri dari enam
hal pokok berikut ini :
1.
Persoalan Turunnya
Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut tiga hal :
a.
Waktu dan tempat
turunnya Al-Qur’an (auqat nuzul wa mawathin an-nuzul)
b.
Sebab-sebab turunnya
Al-Qur’an (asbab an-nuzul)
c.
Sejarah turunnya
Al-Qur’an (tarikh an-nuzul)
2.
Persoalan Sanad
(Rangkaian Para Periwayat)
persoalan ini menyangkut enam hal :
a.
Riwayat mutawatir
b.
Riwayat ahad
c.
Riwayat syadz
d.
Macam-macam qira’at
Nabi
e.
Para perawi dan
penghapal al-Qur’an
f.
Cara-cara penyebaran
riwayat (tahammul)
3.
Persoalan Qira’at
(Cara Pembacaan Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut ini :
a.
Cara berhenti (waqaf)
b.
Cara memulai (ibtida’)
c.
Imalah
d.
Bacaan yang
dipanjangkan (madd)
e.
Meringankan bacaan
hamzah
f.
Memasukkan bunyi huruf
yang sukun kepada bunyi sesudahnya (idhgam)
4.
Persoalan Kata-Kata
Al-Qur’an
Persoalan ini menyangkut beberapa hal berikut :
a.
Kata-kata Al-Qur’an
yang asing (gharib)
b.
Kata-kata al-Qur’an
yang berubah-ubah harakat akhirnya (mu’rob)
c.
Kata-kata Al-Qur’an
yang mempunyai makna serupa (homonym)
d.
Padanan kata-kata
al-Qur’an (sinonim)
e.
Isti’arah
f.
Penyerupaan (tasybih)
5.
Persoalan Makna-Makna
Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan Hukum
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut :
a.
Makan umum (‘am) yang
tetap dalam keumumannya
b.
Makan umum (‘am) yang
dimaksudkan makna khusus
c.
Makan umum (‘am) yang
maknanya dikhususkan sunnah
d.
Nash
e.
Makna lahir
f.
Makna global (mujmal)
g.
Makan yang diperinci
(mufashshal)
h.
Makna yang ditunjukkan
oleh konteks pembicaraan (manthuq)
i.
Makan yang dapat di
pahami dari konteks pembicaraan (mafhum)
j.
Nash yang petunjukknya
tidak melahirkan keraguan (muhkam)
k.
Nash yang muskil
ditafsirkan karena terdapat kesamaran di dalamnya (mutasyabih)
l.
Nash yang maknanya
tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu sendiri (musykil)
m.
Ayat yang menghapus
dan dihapus (nasikh-mansukh)
n.
Yang didahulukan
(muqaddam)
o.
Yang diakhirkan
(mu’akhakhar)
6.
Persoalan Makna-Makna
Al-Qur’an Yang Berpautan dengan Kata-Kata Al-Qur’an
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut :
a.
Berpisah (fashl)
b.
Bersambung (washl)
c.
Uraian singkat (i’jaz)
d.
Uraian panjang
(ithnab)
e.
Uraian seimbang
(musawah)
f.
Pendek (qashr)
B.
Sejarah Perkembangan
‘Ulum Al-Qur’an
1.
Fase Sebelum
Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)
Pada fase sebelum
kodifikasi, ‘Ulum Al-Qur’an kurang lebih sudah merupakan benih yang
kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih ada. Hal itu ditandai dengan
kegairahan para sahabat untuk mempelajari Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh.
Terlebih lagi, diantara mereka sebagaimana diceritakan oleh Abu Abdurrahman
As-Sulami, ada kebiasaan untuk tidak berpindah kepada ayat lain, sebelum dapat
benar-benar memahami dan mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Mereka
mempelajari sekaligus mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Tampaknya,
itulah sebabnya mengapa Ibn ‘Umar memmerlukan waktu delapan tahun hanya untuk
menghapal surat Al-Baqarah.
Kegairahan para
sahabat untuk mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an tampaknya lebih kuat lagi
ketika Nabi hadir di tengah-tengah mereka. Hal inilah yang kemudian mendorong
Ibn Taimiyyah untuk mengatakan bahwa nabi sudah menjelaskan apa-apa yang
menyangkut penjelasan Al-qur’an kepada para sahabatnya.
2.
Fase Kodifikasi
Pada fase sebelum
kodifikisi, ‘Ulum Al-Qur’an juga ilmu-ilmu lainnya belum dikodifikasikan
dalam bentuk kitab atau mushaf. Satu-satunya yang sudah dikodifikasikan saat
itu adalah Al-Qur’an. Fenomena itu terus berlangsung sampai ketika ‘Ali bin Abi
Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Ad-Dauli untuk menulis ilmu nahwu. Perintah
‘Ali inilah yang membuka gerbang pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan bahasa
Arab. Pengodifikasian itu semakin marak dan meluas ketika Islam berada pada
tangan pemerintahan Bani Umayyah dan Bani ‘Abbasiah pada periode-periode awal
pemerintahannya.
a.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an Abad II H Tentang masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak
permulaan abad II H, para ulama memberikan prioritas atas penyususnan tafsir
sebab tafsir merupakan induk ‘Ulum Al-Qur’an. Di antara ulama abad II H yang
menyusun tafsir adalah:
1)
Syu’bah Al-Hajjaj
(wafat tahun 160 H)
2)
Sufyan bin ‘Uyainah
(wafat tahunn198 H)
3)
Muqatil bin Sulaiman
(wafat tahun 150 H).
b.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an Abad III H
Pada abad III H selain tafsir dan ilmu tafsir, para
ulama mulai menyusun pula beberapa ilmu Al-Qur’an, di antaranya:
1)
‘Ali bin Al-Madani (w.
234 H), gururnya imam Al-Bukhari yang menyusun ilmu Asbab An-Nuzul
2)
Abu Ubaid Al-Qasimi
bin Salam (w. 224 H) yang menyusun ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, ilmu Qira’at, dan
Fadha’il Al-Qur’an
3)
Muhammad bin Ayyub
Adh-Dhurraits (w. 294 H) yang menyusun ilmu Makki wa Al-Madani
4)
Muhammmad bin Khalaf
Al-Marzuban (w. 309 H) yang menyusun kitab Al-Hawi fi ‘Ulum Al-Qur’an.
c.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an Abad IV H
Pada abad IV H mulai disusun ilmu Gharib Al-Qur’an dan
beberapa kitab ‘Ulum Al-Qur’an dengan memaknia istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Di
antara ulam yang menyusun ilmu-ilmu itu adalah:
1)
Abu Bakar As-Sijistani
(w. 330 H) yang menyusun kitab Gharib Al-Qur’an
2)
Abu Bakar Muhammad bin
Al-Qasim Al-Anbari (w. 328 H) yang menyusun kitab ‘Aja’ib ‘Ulum Al-Qur’an. Di
dalam kitab itu ia menjelaskan perihal tujuh huruf (sab’ah ahruf), penulisan
mushaf, jumah bilangan surat, ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an.
3)
Abu Al-Hasan
Al-Asy’ari (w. 324 H) yang menyusun kitab Al-Mukhtazan fi ‘Ulum Al-Qur’an.
d.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an Abad V H
Pada abad ini mulai disusun ilmu I’rab Al-Qur’an dalam
satu kitab. Di samping itu, penulisan kitab-kitab ‘Ulum Al-Qur’an masih terus
dilakukan oleh ulama masa ini. Di antara ulama yang berjasa dalam pengembangan
‘Ulum Al-Qur’an pada masa ini adalah:
1)
‘Ali bin Ibrahim bin
Sa’id Al-Hufi (w. 430 H), selain memelopori penyusunan I’rab Al-qur’an, ia pun
menyusun kitab Al-Burhan fi ‘UlumAl-qur’an. Kitab ini selain menafsirkan
Al-Qur’an seluruhnya, juga mnerangkan ilmu-ilmu Al-Qur’an yang ada hubungannya
dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditafsirkan.
2)
Abu ‘Amr Ad-Dani (w.
444 H) yang menyusun kitab At-Tafsir fi Qira’at As-Sab’I dan kitab Al-Muhkam fi
An-Naqth.
e.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an Abad VI H
Pada abad ini terdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu
Mubhamat Al-Qur’an, di antaranya adalah:
1)
Abu Al-Qasim bin
‘Abdurrahman As-Suhaili (w. 581 H) yang menyusun kitab Mubahmat Al-Qur’an.
Kitab ini menjelaskan maksud kata-kata Al-Qur’an yang tidak jelas, apa atau
siapa yang dimaksudkan.
2)
Ibn Al-Jauzi (w. 597
H) yang menyusun kitab Funun Al-Afnan fi’Ajaib Al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba’
fi ‘Ulum Tata’allaq bi Al-Qur’an.
f.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an Abad VII H
Pada abad ini ilmu-ilmu Al-Qur’an terus berkembang
dengan mulai tersusunnya ilmu Majaz Al-Qur’an dan Ilmu Qira’at. Diantara ulama
abad VII yang besar perhatiannya terhadap ilmu-ilmu ini adalah:
1)
Alamuddin As-Sakhawi
(w. 643 H), kitabnya mengenai ilmu Qira’at dinamai Hidayat Al-Murtab fi
Mutasyabih.
2)
Ibn ‘Abd As-Salam yang
terkenal dengan nama Al-‘Izz (w. 660 H) yang memelopori penulisan ilmu Majaz
Al-Qur’an dalam satu kitab.
g.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an Abad VIII H
Pada abad ini muncullah beberapa ulama yang menyusun
ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an, sedangkan penulisan kitab-kitab tentang Ulum
Al-Qur’an terus berjalan, diantara mereka adalah:
1)
Ibn Abi Al-Isba’ yang
menyusun ilmu Bada’i Al-Qur’an suatu ilmu yang membahas macam-macam badi’
(keindahan bahasa dan kandungan Al-Qur’an) dalam Al-Qur’an.
2)
Ibn Al-Qayyim yang
menyusun ilmu Aqsam Al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas sumpah-sumpah yang
terdapat dalam Al-Qur’an.
3)
Najmuddin Ath-Thufi
yang menyusun ilmu Hujaj Al-Qur’an atau ilmu Jadal Al-Qur’an, suatu ilmu
yang membahas bukti-bukti atau argumentasi-argumentasi yang dipakai Al-Qur’an
untuk menetapkan sesuatu.
h.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an Abad IX dan X H
Pada abad IX dan permulaan abad X H, makin banyak
karangan yang ditulis ulama tentang ‘Ulum Al-Qur’an. Pada masa in perkembangan
‘Ulum Al-Qur’an mencapai kesempurnaannya. Diantara ulama yang menyusun ‘Ulum
Al-Qur’an pada masa ini adalah:
1)
Jalaluddin Al-Bulqini
(w. 824 H) yang menyusun kitab Mawaqi’ Al-‘Ulum min Mawaqi’ An-Nujum.
Al-Bulqini ini dipandang Asy-Suyuthi sebagai ulama yang memelopori penyusunan
kitab Ulum Al-Qur’an yang lengkap. Dan di dalam kitabnya itu telah dimuat 50
macam persoalan ‘Ulum Al-Qur’an.
2)
Muhammad bin Sulaiman
Al-Kafiyaji (w. 879 H) yang menyusun kitab At-Tafsir fi Qawa’id At-Tafsir.
Karya itu sebagaimana dikatakan penulisnya, berbeda dengan karya-karya
sebelumnya. Kitab ini sangat tipis terdiri dari dua bab dan penutup. Bab
pertama menjelaskan makna tafsir, takwil, Al-Qur’an, surat, dan ayat. Bab kedua
menjelaskan syarat-syarat penafsiran bi al-ra’yi yang dapat diterima, sedangkan
kgatimahnya berisi etika-etika guru dan murid.
i.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an Abad XIV H
Setelah memasuki abad XIV H, bangkitlah kembali
perhatian ulama dalam penyusunan kitab-kitab yang membahas Al-Qur’an dari
berbagai segi. Kebangkitan ini diantaranya dipicu oleh kegiatan ilmiah di
Universitas Al-Azhar Mesir, terutama ketika universitas ini membuka
jurusan-jurusan bidang studi yang menjadikan tafsir dan hadis sebagai salah
satu jurusannya.
Diantara karya-karya ‘Ulum Al-Qur’an yang lahir pada
abad ini adalah:
1)
Syeikh Thahir
Al-Jazairi yang menyusun kitab At-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an yang selesai pada
tahun 1335 H.
2)
Jamaluddin Al-Qasimy
(w. 1332 H) yang menyusun kitab Mahasin Al-Ta’wil. Juz pertama kitab ini
dikhususkan untuk pembicaraan ‘Ulum Al-Qur’an.
3)
Ustadz Malik bin Nabi
yang menyusun kitab Az-Zhahirah Al-Quraniyah. Kitab ini sangat penting dan
banyak berbicara mengenai wahyu.
4)
Syekh Muhammad
Musthafa Al-Maraghi yang menyusun sebuah risalah yang menerangkan kebolehan
kita menerjemahkan Al-Qur’an. Ia pun menulis kitab Tafsir Al-Maraghi.[3]
C.
Metode Penulisan dan
Tujuan ‘Ulum Al-Qur’an
Metode Penulisan Ulumul Al-Qur’an
Pembahasan yang
dipakai dalam ‘Ulum Al-Qur’an ialah metode deskripif, yaitu dengan cara
memberikan penjelasan dan keterangan yang mendalam mengenai bagian-bagian
Al-Qur’an yang mengandung aspek-aspek ‘Ulum Al-Qur’an. Misalnya, orang yang
membahas Ilmu Majazil Qur’an, maka dia mengambil lafal-lafal Al-Qur’an yang
majaz, lalu dijelasakan dngan panjang lebar bentuk-bentuk lafal majaz dan
segala macamnya.
Dengan cara demikian
itu, maka banyaklah tersusun kitab-kitab tentang ilmu Al-Qur’an dalam berbagai
bidang dan cabang-cabangnya yang merupakan karya-karya besar dan bermutu tinggi
dari hasil usaha-usaha perintis-perintis pertumbuhan cabang-cabang ‘Ulum
Al-Qur’an, dan yang dikenal dengan ‘Ulum Al-Qur’an dengan arti idhafi.
Pertumbuhan cabang-cabang V itu terjadi sejak abad II H hingga sampai abad VII
H yang menghasilkan kitab-kitab tentang ilmu-ilmu Al-Qur;an dan berbagai
disiplin pebahasan ilmu.
Oleh para ulama abad V
/ VII H itu, beberapa pembahasan dari berbagai kitab-kitab ‘Ulum Al-Qur’an
idhafi itu kemudian diintegrasikan (digabungkan) menjadi satu ilmu / satu
pembahasan yang merupakan kumpulan dari seluruh cabang-cabang ilmu tentang
Al-Qur’an itu, yang kemudian dikenal sebagai ‘Ulum Al-Qur’an yang mudawwan atau
yang sudah sistematis.
Dengan demikian,
pertumbuhan ‘Ulum Al-Qur’an dan metode pembahasannya adalah secara diskusi,
yaitu tumbuh dan membahas hal-hal yang khusus terlebih dahulu, baru kemudian
ilmu itu digabungkan menjadi satu, lalu membahas hal-hal yang umum. Sebab, yang
timbul lebih dahulu adalah cabang ‘Ulum Al-Qur’an yang masih idhafi, yang
masing-masing berdiri sendiri-sendiri.tiap-tiap cabang hanya membicarakan
Al-qur’an dari segi-segi khusus,menjadi bidang pembahasannya, yang sesuai
dengan nama dan sebutannya masing-masing.Cabang ilmu Nasikh—Mansukh
misalnya,hanya membicarakan Al-qur’an khusus dalam soal nasakh-mansukh itu.
Ilmu Muhkam wal Mutasyabih pun hanya membahas Al-qur’an khusus dari segi
kemuhkaman atau kemutasyabihanlafal-lafal Al-qur’an. Tapi setelah cabang-cabang
itu diintegrasikan menjadi satu ilmu, lalu timbul Ulumul Qur’an yang
Mudawwan atau Ulumul Qur’an yang sistematis,barulah pembahasanya secara umum
dan menyeluruh,yang meliputi seluruh segi-segi kitab suci Al-qur’an. Disamping
itu, dalam Ulumul Qur’an yang Mudawwan,setelah ilmu itu membahas semua
segi Al-Qur’an,maka selain memakai metode deduksi , kiranya juga memakai metode
komperasi,yaitu dengan cara memperbandingkan segi yang satu dengan yang
lain,riwayat sebab turun ayat yang satu dengan riwayat yang lain, dan pendapat
ulama yang satu dengan yang lainnya,dan sebagainya.
Jadi,mula-mula dalam
ilmu-ilmu cabang memakai metode deskripsi,kemudian Ulumul Qur’an yang Mudawwan
menggunakan metode deduksi dan komperasi.
Tujuan ‘Ulumul Qur’an
Tujuan mempelajari Ulumul Qur’an ialah untuk memcapai
hal-hal sebagai berikut :
a.) Untuk mengetahui
secara ihwal kitab al-qur’an sejak dari turunnya wahyu yang pertama kepada nabi
Muhammad SAW, sampai keadaan kitab itu hingga sekarang. Sebab,dengan ulumul
quran itu akan bisa diketahui bagaimana wahyu al-quran itu turun dan diterima
oleh nabi Muhammad SAW, dan bagaimana beliau menerima dan membacanya,serta
bagaimana beliau mengajarkannya kedapa para sahabat serta menerangkan
tafsiran ayat-ayatnya kepada mereka. Dan dengan ilmu itu dapat diketahui
pula perhatian umat islam terhadap kitab sucinya pada tiap-tiap abad serta
usaha-usaha mereka dalam memelihara, menghafalkan,menafsirkan dan mengistimbatkan
hukum-hukum ajaran al-qur’an ,dan sebagainya.
b.) Untuk dijadikan alat
bantu dalam membaca lafal ayat-ayatnya,memahami isi kandungannya,menghayati dan
mengamalkan aturan-aturan/hukum ajarannya serta untuk menyelami rahasia dan
hikmah disyariatkannya sesuatu peraturan/hukum dalam kitab itu. Sebab, hanya
dengan mengetahui dan menguasai pembahasan-pembahasan ulumul qur’an inilah,
orang baru akan bisa membaca lafal ayat-ayatnya dengan baik,sesuai dengan
aturan. Dan dengan ulumul qur’an itu pula, orang akan bisa mengerti isi
kandungan al-qur’an, baik yang berupa segi-segi kemukjizatannya, atau segi
hukum-hukum petunjuk ajarannya,sesuai dengan keterangan-keterangan dari ilmu
I’jazil qur’an,ilmu tafsisril qur’an,dan ilmu ushulil fiqh,yang juga
berupa bidang-bidang pembahasan dari ulumul qur’an itu.
c.) Untuk dijadikan
senjata pamungkas guna untuk melawan orang-orang non-muslim yang
mengingkari kewahyuan Al-Qur’an dan membantah tuduhan orang-orang
orientalis,yang menyatakan tentang sumber-sumber al-qur’an itu dari
Muhammad SAW. Atau dari orang-orang tertentu,yang tiap-tiap abad ada raja orang
yang melemparkan tuduhan-tuduhan keji terhadap kesucian kitab Al-Qur’an . kalau
umat islam berkewajiban membela agamanya,jelaskan kewajiban pertama yang harus
dibelanya ialah membela eksistensi dan fungsi kitab sucu ini,dengan
mempertahankan kesucian,kemuliaan dan kegunaannya.
Syeikh Ali Ash-Shabuni dalam kitabnya At-Tibyan Fi
‘Ulumil Al-Qur’an menerangkan, tujuan mempelajari ‘Ulumul Al-Qur’an Adalah agar
dapat memahami maksud Kalam Allah SWT sesuai keterangan dan penjelasan dari
Nabi Muhammad SAW dan dari tafsiran-tafsiran para sahabat serta tabi’in
terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an dan di dalam menerangkan syarat-syarat bagi
para mufassir dan sebagainya.[4]
D.
Penulisan Kitab-Kitab
Ulumul Qur’an
1.
Abad kedua hijriah
a.
Muhammad bin Khalaf
Al-Marzuban, kitabnya adalah Al-Hawi fi ‘Ulum Al-Qur’an
2.
Abad ketiga hijriah
a.
Ali ibn Al-Madiny,
beliau menyusun kitab dalam ilmu Asbab An-Nuzul.
b.
Abu Ubaid Al-Qasim ibn
Salam, beliau menyusun kitab tentang ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, ilmu Al-Qira’at
dan tentang ilmu Fadha’ilul Al-Qur’an.
3.
Abad keempat hijriah
a.
Abu BAkar Muhammad ibn
Al-Qasim Al-Anbary, kitabnya bernama Ajaibu Ulumil Qur’an. Membahas tentang
fadhailul Qur’an, turunnya Al-Qur’an atas tujuh huruf, tentang menulis mushaf
dan bilangan surat, ayat dan kalimat.
b.
Abu Hasan AL-Asy’ari,
kitabnya bernama Al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’an.
c.
Abu Bakar
As-Sijistany, kitabnya bernama Gharibul Qur’an.
4.
Abad kelima hijriah
a.
Abu Amar Ad-Dany,
kitabnya bernama At-Tafsir bil Qira’atis Sab’i, dan Al-Muhkamu fin Nuqath.
b.
Ali ibn Ibrahim ibn
Said Al Hufy, yang kitbnya bernama Al-Burhan fi Ulumil Qur’an dan I’rabul
Qur’an.
Diantara ilmu yang lahir pada abad ini adalah ilmu
Amtsalul Qur’an.
5.
Abad keenam hijriah
a.
Abdul Qasim Abdur
Rahman, kitabnya bernama Muhammatul Qur’an
b.
Ibnu JAuzy, kitabnya
bernama Fununul Afnan ‘Ajaibu Ulumil Qur’an.
6.
Abad ketujuh hijriah
a.
Alamuddin As-Sakhawy,
kitabnya bernama Hidayatul Murtab fil Mutasyabihi
b.
Ibnu Abdis Salam,
kitabnya adalah Majazul Qur’an
c.
Abu syamah Abdur
Rahman ibn Ismail Al-Maqdisy, kitabnya adalah Musyidatul Wajiz fima Yata’allaqu
bil Qur’anil Aziz.
7.
Abad kedelapan hijriah
a.
Badruddin Az-Zarkasyi,
kitabnya bernama Al-Burhan fi Ulumil Qur’an.
b.
Taqiyyudin Ahmad bin
Taimiyah al-Harrani, kitabnya adalah Ushul Al-Tafsir
8.
Abad kesembilan
hijriah
a.
Muhammad ibn Sulaiman
Al-Kafiyaji, kitabnya adalah At-Tafsir fi Qawaidit tafsir
b.
Jalaludidin
Al-Bulqany, kitabnya adalah Mawaqi’ul Ulum min Mawaqi’in Nujum
c.
As-Sayuhy, kitabnya
adalah At-Tahbir fi Ulumit Tafsir
9.
Abad keempat belas
hijriah
a.
As-Syeikh Tahir Al
Jazairy, kitabnya bernama At-Tibyan fi Ba’dhil MAhabitsi Al-Muta’alliqati bil
Qur’an
b.
Jamaludidin Al-Qasimy,
kitabnya bernama Mahasitut Takwil
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
‘Ulum Al-Qur’an dapat
dimaknai dari makna idhafi dan makna ‘alam:
‘Ulum Al-Qur’an dalam
pengertian idhafi adalah “semua unsur ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan
pengetahuan agama dan tata bahasa Arab”.
‘Ulum Al-Qur’an
ditinjau dari makna ‘alam dinamakan juga Ushul at-tafsir (pokok-pokok ilmu
tafsir) karena mencakup beberapa ilmu yang menjadi syarat utama bagi para
mufassir agar terlebih dahulu dipelajari, dipahami dan dikaji secara detail.
2.
Objek pembahsan ‘Ulum
Al-Qur’an adalah
a.
Persoalan Turunnya
Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
b.
Persoalan Sanad
(Rangkaian Para Periwayat)
c.
Persoalan Qira’at
(Cara Pembacaan Al-Qur’an)
d.
Persoalan Kata-Kata
Al-Qur’an
e.
Persoalan Makna-Makna
Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan Hukum
f.
Persoalan Makna-Makna
Al-Qur’an Yang Berpautan dengan Kata-Kata Al-Qur’an.
3.
Perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an
a.
Fase Sebelum
Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)
Pada fase sebelum kodifikasi, ‘Ulum Al-Qur’an kurang
lebih sudah merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi
masih ada. Hal itu ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk mempelajari
Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh. Terlebih lagi, diantara mereka sebagaimana
diceritakan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami, ada kebiasaan untuk tidak berpindah
kepada ayat lain, sebelum dapat benar-benar memahami dan mengamalkan ayat yang
sedang dipelajarinya. Mereka mempelajari sekaligus mengamalkan ayat yang sedang
dipelajarinya. Tampaknya, itulah sebabnya mengapa Ibn ‘Umar memmerlukan waktu
delapan tahun hanya untuk menghapal surat Al-Baqarah.
Kegairahan para sahabat untuk mempelajari dan
mengamalkan Al-Qur’an tampaknya lebih kuat lagi ketika Nabi hadir di
tengah-tengah mereka. Hal inilah yang kemudian mendorong Ibn Taimiyyah untuk
mengatakan bahwa nabi sudah menjelaskan apa-apa yang menyangkut penjelasan
Al-qur’an kepada para sahabatnya.
b.
Fase Kodifikasi
Pada fase sebelum kodifikisi, ‘Ulum Al-Qur’an juga
ilmu-ilmu lainnya belum dikodifikasikan dalam bentuk kitab atau mushaf.
Satu-satunya yang sudah dikodifikasikan saat itu adalah Al-Qur’an. Fenomena itu
terus berlangsung sampai ketika ‘Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad
Ad-Dauli untuk menulis ilmu nahwu. Perintah ‘Ali inilah yang membuka gerbang
pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Pengodifikasian itu semakin
marak dan meluas ketika Islam berada pada tangan pemerintahan Bani Umayyah dan
Bani ‘Abbasiah pada periode-periode awal pemerintahannya.
4.
Metode penulisan ‘Ulum
Al-Qur’an
Mula-mula dalam penulisan ‘Ulum Al-Qur’an adalah
memakai metode deskripsi,kemudian Ulumul Qur’an yang Mudawwan menggunakan
metode deduksi dan komperasi.
5.
Tujuan ‘Ulum Al-Qur’an
a.
Untuk mengetahui
secara ihwal kitab al-qur’an sejak dari turunnya wahyu yang pertama kepada nabi
Muhammad SAW, sampai keadaan kitab itu hingga sekarang.
b.
Untuk dijadikan alat
bantu dalam membaca lafal ayat-ayatnya,memahami isi kandungannya,menghayati
dari mengamalkan aturan-aturan/hukum ajarannya serta untuk menyelami rahasia
dan hikmah disyariatkannya sesuatu peraturan/hukum dalam kitab itu. Sebab,
hanya dengan mengetahui dan menguasai pembahasan-pembahasan ulumul qur’an
inilah, orang baru akan bisa membaca lafal ayat-ayatnya dengan baik,sesuai
dengan aturan.
c.
Untuk dijadikan
senjata pamungkas guna untuk melawan orang-orang non-muslim yang mengingkari
kewahyuan Al-Qur’an dan membantah tuduhan orang-orang orientalis,yang
menyatakan tentang sumber-sumber al-qur’an itu dari Muhammad SAW.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca. Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan agar
makalah yang kami buat selanjutnya jauh lebih baik.
.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Djalal H. A.
2013. Ulumul Qur’an. Dunia Ilmu: Surabaya.
Fahd bin Abdurrahman
Ar-Rumi. 1996. Ulumul Qur’an. Titian Ilahi Press: Yogyakarta.
Muhammad Hasbi
ash-Shiddieqy. 2013. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an). Pusataka Rizki
Putra: Semarang.
Rosihon Anwar. 2013. Ulum
Al-Qur’an. Pustaka Setia: Bandung .
[5] Teungku Muhammad Hasbi
ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an), 2013, Pusataka
Rizki Puttra, Semarang. Hlm 6-11

Komentar