CARA PENYAMPAIAN WAHYU ALLAH
"Cara Penyampaian Wahyu Allah"
Di dalam al-Qur‟an terdapat beberapa ayat tentang kata al-wahyu dengan
semua derifasinya. Kata-kata tersebut yang akan dijadikan sebagai bahan kajian
tentang bagaimana Allah menyampaikan wahyu kepada yag dikehendaki-Nya.
1. Penyampaian Wahyu kepada Malaikat
Beberapa ayat berikut cukup memberikan penjelasan tentang penyampaian
wahyu oleh Allah kepada Malaikat-Nya.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (Q.S. al-Baqarah (2): 30).
Juga terdapat ayat al-Qur‟an tentang wahyu Allah kepada mereka :
(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama
kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang Telah beriman". kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka
dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.(Q.S. al-Anfal (8): 12).
Di samping itu ada pula ayat-al-Qur‟an tentang para malaikat yang
mengurus urusan dunia menurut perintah-Nya.
Dan (Malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan (Q.S. adz-Dzariyat (51): 4)
Dan (Malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). (Q.S. an-Nazi‟at (79): 5).
Ayat-ayat di atas dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada
para malaikat tanpa perantaraan dan dengan pembicaraan yang dipahami oleh para
malaikat itu. Hal itu diperkuat oleh hadis dari Nawas bin Sam`an r.a yang
mengatakan : Rasulullah SAW berkata :
”Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui
wahyu; maka langitpun tergetarlah dengan getaran- atau Dia mengatakan dengan goncangan-
yang dahsyat karena takut kepada Allah Azza wa jalla. Apa bila penghuni langit mendengar
hal itu, maka pingsan dan bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama sekali
mengangkat muka diantara mereka itu adalah jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu,
kepada jibril menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian jibril berjalan melintasi para
malikat, setiap kali dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu;
apa yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai jibril ? jibril menjawab : Dia mengatakan
yang hak. Dan Dialah yang maha tinggi lagi Maha Besar. Para malikatpun mengatakan
seperti apa yang dikatakan jibril. Lalu jibril menyampaikan wahyu itu seperti apa yang
diperintahkan Allah azza wajalla”.
Hadis ini menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, dan
para malikatnya mendengar-Nya. Dan pengaruh wahyu itupun sangat dahsyat;
apabila pada lahirnya- di dalam perjalanan Jibril untuk menyampaikan wahyu- hadis
di atas menunjukkan turunnya wahyu khusus mengenai al-Qur‟an, akan tetapi hadis
tersebut juga menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum. Pokok permasalahan
itu terdapat di dalam hadis sahih :
”Apabila Allah memutuskan suatu perkara di langit, maka para malaikat memukul-
mukulkan sayapnya karena pengaruh oleh firman-Nya, bagaikan mata rantai diatas batu yang
licin.”.
Telah nyata pula bahwa al-Quran telah dituliskan di lauhil mahfudz,
berdasarkan firman Allah Swt.
Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia. Yang (tersimpan) dalam
Lauh Mahfuzh. (Q.S. al-Buruj (85): 21-22)
Demikian pula bahwa al-Quran itu diturunkan sekaligus ke baitul izzah yang
berada di langit dunia pada malam lailatul Qadar di bulan Ramadhan. Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran pada malam lailatul qadar.`(Q.S. al-Qadar
(97):1)
Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan
Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan (Q.S. ad-Dukhan (44: 3)
Bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)
(Q.S. al-Baqarah (2): 185)
Di dalam sunnah terdapat hal yang menjelaskan nuzul ( turunnya ) al-Quran
yang menunjukkan bahwa nuzul itu bukanlah nuzul kedalam hati Rasulullah SAW .
Dari Ibnu Abbas dengan hadis mauquf : ` Quran itu diturunkan sekaligus ke langit dunia
pada malam lailatul Qadar. Kemudian setelah itu diturunkan selama dua puluh tahun, lalu
Ibnu Abbas membacakan: Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu dengan
membawa sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang
benar dan yang paling baik penyelesaiannya.`(al-Furqan : 33). `Dan Al-Qur`an itu
telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.`( al-
Israa: 106 ).
Dan dalam satu riwayat :
”Telah dipisahkan Quran dari az-Zikr lalu diletakkan dibaitul Izzah dilangit dunia;
kemudian jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw.”
Oleh sebab itu para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah
yang berupa al-Quran kepada jibril dengan beberapa pendapat :
a. Bahwa Jibril menerimanya secara mendengar dari Allah dengan lafalnya yang
khusus.
b. Bahwa Jibril menghafalnya dari lauhul mahfudz.
c. Bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril,
atau lafal Muhammad saw.
Pendapat yang pertama itulah yang benar, dan pendapat itu yang dijadikan
pegangan oleh ahlussunnah wal jama`ah. Serta diperkuat oleh hadis Nawas bin
Sam`an di atas.
Menisbahkan al-Quran kepada Allah itu terdapat dalam beberapa ayat :
Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al Quraan dari sisi Yang Maha Bijaksana lagi
Maha Mengetahui.(Q.S. an-Naml (27): 6 ).
`Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat
yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.`( Q.S.at-
Taubah(9) : 6).
`Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak
mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: `Datangkanlah Al Qur`an yang lain dari ini
atau gantilah dia `. Katakanlah: `Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku
sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.`( Q.S. Yunus : 15 ).
Al-Quran adalah kalam Allah dengan lafalnya, bukan kalam Jibril atau kalam
Muhammad. Sedang pendapat kedua di atas itu tidak dapat dijadikan pegangan,
sebab adanya al-Quran di lauhul mahfudz itu seperti hal-hal gaib yang lain,
termasuk al-Quran. Dan pendapat yang ketiga lebih sesuai dengan hadis, sebab
hadis itu wahyu Allah kepada Jibril, kemudian kepada Muhammad saw. Secara
maknawi saja. Lalu ungkapan itu diungkapkan dengan ungkapan beliau sendiri.
`Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.`(Q.S. an-Najm (53): 3-4 ).
Dan oleh sebab itulah diperbolehkan meriwayatkan hadis menurut maknanya
sedang al-Quran tidak. Demikianlah telah kami perbincangkan perbedaan al-Quran
dengan Hadis qudsi dan Hadis Nabawi.
Keistimewaan al-Quran: 1) al-Qur`an adalah mukjizat; 2) Kepastiannya
mutlak; 3) membacanya dianggap ibadah; 4) wajib disampaikan dengan lafalnya.
Sedang hadis kudsi, sekalipun ada yang berpendapat lafalnya juga diturunkan,
tidaklah demikian halnya.
Hadis nabawi ada dua macam: pertama : yang merupakan ijtihad Rasulullah
SAW. Ini bukanlah wahyu. Pengakuan wahyu terhadapnya dengan cara
membiarkan, hanyalah bila ijtihad itu benar. Kedua : yang maknanya diwahyukan,
sedang lafalnya dari Rasulullah sendiri. Oleh sebab itu ini dapat dinyatakan dengan
maknanya saja. Hadis kudsi itu menurut pendapat yang kuat, maknanya saja yang
diturunkan, sedang lafalnya tidak. Ia termasuk dalam bagian yang kedua ini. Sedang
menisbatkan hadis kudsi kepada Allah dalam periwayatannya karena adanya nash
syara` tentang itu, sedang hadis-hadis nabawi lainnya tidak.
Komentar